HORIZON.ID Jakarta — 13/12/2025. Penanganan kasus dugaan korupsi yang menjerat Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya, terus menuai kritik dari publik terhadap kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan aparat penegak hukum (APH). Kritik tersebut tidak diarahkan pada kewenangan penegakan hukum, melainkan pada arah, prioritas, dan transparansi penindakan yang dinilai belum menyentuh akar korupsi sistemik.
Masyarakat mengakui bahwa praktik setoran atau fee proyek merupakan perbuatan yang dilarang hukum. Namun publik mempertanyakan mengapa penindakan lebih menonjol pada aspek transaksional, sementara kerugian negara yang paling nyata—seperti proyek fiktif, mangkrak, atau pembangunan tidak layak—belum terlihat menjadi fokus utama.
Sorotan publik semakin menguat ketika sejumlah proyek yang dikerjakan pihak terkait justru dinilai berfungsi, kokoh, dan bermanfaat secara fisik. Kondisi ini memunculkan pertanyaan di tengah masyarakat mengenai ukuran prioritas penegakan hukum dan indikator kerugian negara yang digunakan oleh penegak hukum.
Dalam realitas birokrasi daerah, praktik setoran proyek telah lama dipahami sebagai bagian dari sistem lama yang mengakar. Oleh karena itu, sebagian kalangan menilai bahwa penindakan terhadap individu tanpa pembongkaran sistem dan aktor kunci di baliknya berpotensi tidak menyelesaikan masalah secara menyeluruh.
Lebih jauh, di tengah dinamika politik lokal yang memanas, muncul dugaan di tengah masyarakat bahwa penangkapan Ardito Wijaya sarat dengan pesanan atau kepentingan politik tertentu.
Dugaan ini berkembang seiring munculnya spekulasi tentang konflik kepentingan, perebutan kekuasaan daerah, serta aktor-aktor yang dinilai diuntungkan dari situasi hukum yang menjerat Ardito. Meski dugaan tersebut belum dapat dibuktikan, persepsi publik ini menunjukkan krisis kepercayaan terhadap proses penegakan hukum yang berlangsung.
Pakar hukum pidana mengingatkan bahwa penegakan hukum yang tidak disertai penjelasan terbuka mengenai kronologi, konstruksi perkara, aliran dana, dan dampak nyata terhadap keuangan negara berpotensi memicu spekulasi liar dan tudingan bermuatan politik. Transparansi dinilai menjadi kunci untuk menjaga integritas lembaga penegak hukum.
Publik juga menegaskan pentingnya asas praduga tak bersalah. Hingga saat ini, Ardito Wijaya masih berstatus tersangka dan belum dinyatakan bersalah oleh pengadilan. Putusan akhir sepenuhnya berada di tangan majelis hakim, bukan opini publik maupun tekanan politik.
Kritik dan dugaan yang berkembang ini pada akhirnya bermuara pada tuntutan agar KPK dan APH bekerja lebih transparan, konsisten, dan berani membongkar korupsi dari hulunya, sehingga penegakan hukum tidak hanya bersifat prosedural, tetapi benar-benar menghadirkan keadilan substantif serta memulihkan kepercayaan masyarakat.












